Masihkah ada hakikat,
jika ia adalah pemahaman akhir
yang mesti engkau akhiri,
ibarat pohon yang berawal dari biji,
lalu berakhir pada biji.
Masihkah ada hakikat,
jika ia adalah substansi,
yang telah engkau jumpai,
maka hakikat adalah isi
maka isi adalah hakikat,
semuanya tiada
semuanya hampa,
karena hakikat dan isi tiada,
karena hakikat dan isi hanya nama.
Berakhirlah ia,
kembalilah ia,
hanyalah ungkapan tiada
hanyalah kebenaran yang ada,
sampai disini katapun tiada
sampai disini katapun hanya kias belaka.
Seperti Kholiq dan Makhluq,
menjadi tiada dikhotomi dalam hakikat,
adalah tiada,
ketika yang Ada adalah segalaNya,
adalah tiada,
ketika yang Ada adalah esaNya.
Lalu apa yang engkau capai,
lalu apa yang engkau kenal,
jika semuanya telah berlalu,
jika semuanya telah menjadi masalalu,
manunggalpun tiada
menyatupun tiada,
karena semuanya tunggal
karena semuanya esa.
Seutuhnya adalah Dia,
maka aku tiada lagi ada
maka engkau tiada lagi ada,
yang tiada pun tiada
yang ada pun tiada,
karena Dia-lah yang ada,
karena Dia-lah yang segalanya.
Seutuhnya adalah Dia,
Dialah Zat,
Dialah Sifat,
Dialah Asma,
Dialah Af'al-Nya,
maka Dialah Rubbubiyah-Nya,
maka Dialah Uluhiyyah-Nya,
maka Dialah Asma wa Sifat-Nya,
Demikian NyataNya,
Demikian TunggalNya.
Seutuhnya adalah Dia,
dalam rilaksasi ini,
Yang Zat,
Yang Sifat,
Yang Asma,
Yang Af'al,
adalah Dia yang Tunggal,
adalah Dia yang Esa.
Dia-lah yang seutuhNya,
demikian yang Kaffah
dalam Dia yang seutuhNya.
Kejahilanlah
yang membuat hijabmu,
kejahilan pulalah, yang menyatakan engkau dekat
kejahilan pulalah, yang menyatakan engkau menyatu,
karena engkau telah membuat jarak dengan-Nya
karena engkau telah mendua dengan-Nya,
maka leburlah engkau
maka karamlah engkau
maka matilah sebelum mati engkau,
hanyalah jalan mengikis kejahilanmu
hanyalah jalan petunjuk pengenalanmu.
Betegaklah
dengan Aku,
selain Aku tiada;
maka semua jarak tiada
maka semua kedekatan tiada
maka semua penyatuan tiada
maka semua pengakuan pun tiada.
Mengenal Aku dengan Aku,
melihat Aku dengan Aku,
maka Af'alKu
maka AsmaKu
maka SifatKu
maka ZatKu,
hanyalah Aku.
Akulah pada yang satu
Akulah pada yang banyak,
sejatinya yang esa
sejatinya yang tunggal
pada yang satu
pada yang banyak,
demikian Aku
demikian segalaNya.
Akulah Rahasia
diri yang tajalli,
adalah tunggal manunggal
adalah satu menyatu
dengan diri berdiri
dengan diri terdiri
dengan diri terperi
menyatakan yang nyata
menyatakan asal yang nyata,
akulah yang awal, akulah yang akhir
akulah Muhammad, akulah Ahmad.
Aku adalah Dia
Dia adalah aku,
yang rahasia dalam diri
yang aku dalam diri,
maka tiada aku
maka tiada rahasia,
karena rahasia adalah Dia
karena aku adalah Dia.
Tegak aku, tajalli aku
dalam diri yang tajalli,
inilah titik yang awal
inilah titik yang akhir
dalam diri yang bathin
dalam diri yang zohir,
menyatakan aku yang satu
menyatakan aku yang tunggal.
Dialah Muhammad
dialah ruhullah
dalam tajalli diri yang tajalli,
dialah yang titik, dialah yang awal
dialah yang titik, dialah yang akhir,
hanya titik yang nyata
hanya titik yang tiada,
maka semua tiada, dia tiada, aku tiada
yang titik pun tiada, yang awalpun tiada, yang akhirpun tiada
yang ada hanyalah yang ada,
karena yang ada, Dialah yang ada
yang tajalli hanyalah yang tajalli,
karena yang tajalli, Dialah yang tajalli.
Nyawalah namanya
bagi diri yang terperi,
nafaslah nyatanya
anfaslah nyatanya
tanafaslah nyatanya
nufuslah nyatanya,
maka nyawa jadi terperi-peri.
Akulah Allah,
Hu Allah,
dalam nyawa yang terperi
dalam diri yang terperi
setiap nafas berkali-kali
setiap anfas mengulangkali
setiap tanafas hening sekali
setiap nufus seketika berhenti,
maka nyawa pun seperti kembali
maka diripun seperti tiada lagi.
Nyawalah namanya
bagi diri yang terperi,
pada nafas yang akan mencium baunya
pada anfas yang akan melihatnya
pada tanafas yang akan mendengarnya
pada nufus yang akan merasakannya,
jadilah penciuman
jadilah penglihatan
jadilah pendengaran
jadilah perabaan
dalam diri yang terperi
dalam nafas yang terkali,
pada akhirnya hening jua
pada akhirnya satu juga,
dalam nyawa yang satu
dalam nyata yang satu;
Dialah Aku
Akulah Dia
dalam setiap tarikan nafas
dalam setiap kedipan anfas
dalam setiap sebutan tanafas
dalam setiap detak nufus.
Diri yang terdiri
ialah yang hati
ialah yang cermin
ialah ceruk yang bercahya
ialah ruang yang berasa
ialah tajalli yang bernama,
maka setiap yang bernama adalah Asma,
maka bernamalah ia
maka berasalah ia yang punya nama.
Diri yang terdiri,
diri yang selalu menyebut nama
diri yang menegakkan Asma,
diri yang mendawamkan zikir Asma
maka zikirlah ia
maka berzikirlah ia yang punya rasa
maka dizikirkanlah ia dalam diam
maka dizikirkanlah ia dalam fana,
leburlah ia dalam keesaan nama
leburlah ia dalam ketunggalan Asma,
yang esa menyebut yang esa
yang tunggal menyebut yang tunggal,
tak ada lagi zikir dalam zikir
tak ada lagi sebutan dalam sebutan,
yang ada hanya zikir itu sendiri
yang ada hanya sebutan itu sendiri,
jadilah diri terdiri tegak dengan zikirnya
jadilah diri terdiri tegak dengan Asmanya,
yang esa dalam Asma
yang tunggal dalam Asma,
maka Zat memuji DiriNya
dengan AsmaNya.
Diri yang berdiri
ialah yang mati
ialah yang tiada sebenarnya hidup,
maka engkau sebut ia tubuh
maka engkau sebut ia jasad,
karena ia anasir
karena ia elemen,
airlah ia
apilah ia
tanahlah ia
udaralah ia,
karena ia anasir yang menganasir
karena ia elemen yang mengelemen
dalam wadah yang bernama tubuh,
jadilah ia tulang
jadilah ia sumsum
jadilah ia darah
jadilah ia kulit
jadilah ia nafas,
menyatu dalam satu wadah
menyatu dalam satu tubuh
menyandang sifat yang hidup,
menyatakan Yang maha hidup,
dari tanah, ia menjadi tua dan muda
dari air, ia menjadi hidup dan mati
dari api, ia menjadi kuat dan lemah
dari udara, ia menjadi ada dan tiada.
Diri yang berdiri
diri yang mati
diri yang tiada sebenarnya hidup,
demikian asal mulanya,
yang ada menyatakan yang ada
demikian asal kembalinya,
yang ada kembali kepada yang ada,
maka inilah diri yang berdiri
maka inilah diri yang tubuh
maka inilah diri yang jasad,
Adam jua namanya
Shuroh al-Rahman jua namanya.