Senin, 16 Mei 2011

PADA SEBUAH CERMIN

Seperti orang yang bercermin,
melihat dirinya sendiri,
lalu bergaya sesuka hatinya;
inilah aku yang nyata di dalam cermin,
ada diriku yang sendiri.
Aku adalah cermin
tapi aku bukanlah cermin,
meskipun aku pada cermin 
adalah aku.
karena aku pada cermin adalah aku pada cermin
karena aku pada cermin adalah bukan aku pada cermin,
meskipun aku yang bercermin melihat aku adalah aku,
meskipun aku yang bercermin mengenal aku adalah aku,
akulah yang ada pada cermin
akulah yang bukan pada cermin.
Pada sebuah cermin, aku adalah aku
akulah yang mengenal, akulah yang menyatu
akulah yang dikenal, akulah yang satu.


HAKIKAT

Seperti air dan gelas,
melihat gelas, melihat airnya,
karena bentuk air sebagaimana bentuk gelasnya,
karena rupa air sebagaimana rupa gelasnya.
Yang demikian adalah perumpamaan
akulah yang ada,
akulah yang tiada,
Seperti buah, antara kulit dan isinya
menemukan isi dalam kulit,
mengupas kulit menemukan isi.
Yang demikian adalah perumpamaan
akulah yang bersyariat,
akulah yang berhakikat.
Seperti air dan samudera,
karena samudera adalah wadah air yang menyatu,
dimana air pada akhirnya bermuara,
dimana air pada akhirnya menjadi samudera.
Yang demikian adalah perumpamaan
akulah yang banyak,
akulah yang satu.
Seperti dingin dan embun,
akulah dingin,
akulah embun,
karena dingin adalah embun
karena embun adalah dingin,
maka aku adalah embun yang dingin.
Jika engkau telah mengenali hakikat ini,
janganlah engkau mencari kembali,
karena inilah sejatinya dirimu.

Sabtu, 14 Mei 2011

YANG MERASA

Yang berakal
adalah pikiran yang memahami,
yang berhati
adalah hati yang mengerti,
yang merasa
adalah diri yang menikmati.
Yang mencari damai, berhenti di rasa
yang mencari bahagia, selesai di rasa.
Yang merasa adalah yang merasa,
karena yang merasa adalah rahasia,
karena rahasia bukanlah pikiran yang dipikirkan,
karena rahasia bukanlah rasa yang dirasakan.
Yang merasa jangan dipikirkan,
yang merasa jangan dirasakan,
karena yang merasa adalah yang merasa.
Yang merasa adalah aku,
karena aku adalah yang merasa.

Tanpa Huruf, Tanpa Kata

Yang nyata
adalah tanpa huruf dan tanpa kata,
karena huruf dan kata adalah sabda.
Ketika aku berkata menjadi huruf dan kata,
yang nyata tersembunyi di balik fakta,
karena fakta bukan huruf dan kata,
huruf dan kata tidak pernah menjadi fakta.
Yang nyata adalah yang nyata,
meskipun engkau tidak melihatnya,
yang nyata adalah yang nyata,
meskipun engkau tidak menjumpainya,
karena yang nyata sudah menjadi biasa,
maka engkau telah melupakannya.
Jangan lupakan yang nyata,
padahal engkau berkata-kata
padahal engkau berhuruf-huruf.
Jangan lupakan yang nyata,
padahal engkau tanpa kata-kata
padahal engkau tanpa huruf-huruf.
Tanpa huruf dan kata adalah Aku,
dengan kata dan huruf adalah Aku,
karena yang nyata adalah Aku jua. 





Minggu, 08 Mei 2011

YANG BERANASIR

Air yang beranasir air
Api yang beranasir api
Tanah yang beranasir tanah
Udara yang beranasir udara
menyatu menjadi satu tubuh,
ketika aku menjadi Adam.
Dzi yang beranasir Dzi
Madzi yang beranasir Madzi
Mani yang beranasir Mani
Manikam yang beranasir Manikam
menyatu dalam satu wadah
yang bernama Rahim,
ketika aku menjadi jabang bayi.
Yang beranasir menjadi tak beranasir
 yang tak beranasir menjadi beranasir,
karena lenyap sempurna menjadi yang tiada
dan yang tiada menjadi yang ada,
ketika aku menjadi Muhammad
ketika aku menjadi rahasia Allah.

Seumpama Air yang Kembali ke Asal

Seperti setetes air
yang tenggelam di lautan Samudera,
mengapa mesti tenggelam, jika air hanya kembali ke asalnya.
Menyusuri jejak ini,
pada sungai-sungai yang mengalir,
pada parit-parit yang keruh,
pada tetesan hujan yang mengguyur,
pada gumpalan embun pagi yang dingin,
air adalah air
yang selalu mengalir menuju ke muara,
dari hulu ke hilir menyapa sejarahnya sendiri.
Mengalirlah air,
ke tepian yang tak bertepi,
ke muara yang tak bermuara,
menetes-menitis air yang mengalir,
sambung-menyambung menjadi sungai,
hingga ke laut ini, tak pernah berhenti.
Air pun kembali ke asalnya,
saat air meninggalkan nama,
saat air meninggalkan warna,
akulah air yang kembali abadi.
Yang demikian adalah air kejernihan,
seumpama diri yang mencair
dalam keheningan.

Minggu, 01 Mei 2011

Yang Fana, Yang Baqa

Hidup yang sebenarnya
adalah hidup yang tanpa ruh,
mati yang tanpa ajal.
Itulah aku yang berjalan tanpa jejak,
seperti mati yang belum mati,
seperti mayat yang belum kembali,
meskipun ada seperti tiada,
meskipun tiada seperti ada,
yang tampak hanyalah fana.
Aku nyata, karena dinyatakan
Aku tiada, karena ditiadakan
seperti karam di lautan,
tenggelam aku dalam kebaqaan ini.
Hati tak sanggup lagi merasa,
akal tak sanggup lagi menjangkau,
ruh pun hanya sanggup terpana,
ini urusanKu, kata-Mu.
Jangan pernah kau pikirkan,
jika tidak kau pikirkan, ini tanggunganKu,
jika kau pikirkan, ini tanggunganmu,
karena engkau telah bersekutu
denganKu.