Seperti setetes air
yang tenggelam di lautan Samudera,
mengapa mesti tenggelam, jika air hanya kembali ke asalnya.
Menyusuri jejak ini,
pada sungai-sungai yang mengalir,
pada parit-parit yang keruh,
pada tetesan hujan yang mengguyur,
pada gumpalan embun pagi yang dingin,
air adalah air
yang selalu mengalir menuju ke muara,
dari hulu ke hilir menyapa sejarahnya sendiri.
Mengalirlah air,
ke tepian yang tak bertepi,
ke muara yang tak bermuara,
menetes-menitis air yang mengalir,
sambung-menyambung menjadi sungai,
hingga ke laut ini, tak pernah berhenti.
Air pun kembali ke asalnya,
saat air meninggalkan nama,
saat air meninggalkan warna,
akulah air yang kembali abadi.
Yang demikian adalah air kejernihan,
seumpama diri yang mencair
dalam keheningan.
yang tenggelam di lautan Samudera,
mengapa mesti tenggelam, jika air hanya kembali ke asalnya.
Menyusuri jejak ini,
pada sungai-sungai yang mengalir,
pada parit-parit yang keruh,
pada tetesan hujan yang mengguyur,
pada gumpalan embun pagi yang dingin,
air adalah air
yang selalu mengalir menuju ke muara,
dari hulu ke hilir menyapa sejarahnya sendiri.
Mengalirlah air,
ke tepian yang tak bertepi,
ke muara yang tak bermuara,
menetes-menitis air yang mengalir,
sambung-menyambung menjadi sungai,
hingga ke laut ini, tak pernah berhenti.
Air pun kembali ke asalnya,
saat air meninggalkan nama,
saat air meninggalkan warna,
akulah air yang kembali abadi.
Yang demikian adalah air kejernihan,
seumpama diri yang mencair
dalam keheningan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar