Akbar-lah Dia dalam keakbaranNya, maka Dia segalaNya, karena Dia segalaNya. Akbar-lah Dia, yang mengakbarkanNya, maka semua adalah keakbaranNya, karena Dialah yang Akbar. Allah Akbar, adalah persaksian Lisanmu, Allah Akbar, adalah persaksian hatimu, Allah Akbar, adalah persaksian Ruhmu, Allah Akbar, adalah persaksian Sirmu, maka Tahrimlah kamu, maka Mikrajlah kamu, maka Munajatlah kamu, maka Tubadillah kamu, dalam gerak dan diam Sholatmu, dalam lisan,qolbi dan af"al Sholatmu, dalam syarat dan rukun Sholatmu, jadilah Sholat tubuhmu, jadilah Sholat hatimu, jadilah Sholat Ruhmu,
jadilah Sholat Rahsamu, maka menjadi Syariat Sholatmu, maka menjadi Hakikat Sholatmu, maka menjadi Daim Sholatmu. Akbar-lah Dia dalam keakbaranNya, maka Dia segalaNya, karena Dia segalaNya.
Kebenaran ini pun, nyata dalam Kalam kebenaran ini pun, nyata dalam kesaksian, maka Dialah yang berkalam, maka Dialah yang bersaksi, sampai di sini tak ada lagi dikhotomi, sampai di sini tak ada lagi pengakuan. Maha benarlah kebenaran ini, Maha nyatalah kenyataan ini, di sini, tak ada lagi batas akhir, di sini, tak ada lagi batas awal, karena yang akhir adalah yang awal, karena yang awal adalah yang akhir. Maka diam adalah Gerak, maka Gerak adalah Diam, Maha sempurna Dia yang ada, Maha sempurna Dia yang nyata, di sini, tak ada lagi sunyi, di sini, tak ada lagi ramai, karena yang sunyi adalah yang ramai, karena yang ramai adalah yang sunyi. Maka yang Gaib adalah yang Zohir, maka yang Zohir adalah yang Gaib, Maha Esa Dia yang tunggal, Maha Tunggal Dia yang Esa.
Masihkah ada hakikat, jika ia adalah pemahaman akhir yang mesti engkau akhiri, ibarat pohon yang berawal dari biji, lalu berakhir pada biji. Masihkah ada hakikat, jika ia adalah substansi, yang telah engkau jumpai, maka hakikat adalah isi maka isi adalah hakikat, semuanya tiada semuanya hampa, karena hakikat dan isi tiada, karena hakikat dan isi hanya nama. Berakhirlah ia, kembalilah ia, hanyalah ungkapan tiada hanyalah kebenaran yang ada, sampai disini katapun tiada sampai disini katapun hanya kias belaka. Seperti Kholiq dan Makhluq, menjadi tiada dikhotomi dalam hakikat, adalah tiada, ketika yang Ada adalah segalaNya, adalah tiada, ketika yang Ada adalah esaNya. Lalu apa yang engkau capai, lalu apa yang engkau kenal, jika semuanya telah berlalu, jika semuanya telah menjadi masalalu, manunggalpun tiada menyatupun tiada, karena semuanya tunggal karena semuanya esa.
Seutuhnya adalah Dia, maka aku tiada lagi ada maka engkau tiada lagi ada, yang tiada pun tiada yang ada pun tiada, karena Dia-lah yang ada, karena Dia-lah yang segalanya. Seutuhnya adalah Dia, Dialah Zat, Dialah Sifat, Dialah Asma, Dialah Af'al-Nya, maka Dialah Rubbubiyah-Nya, maka Dialah Uluhiyyah-Nya, maka Dialah Asma wa Sifat-Nya, Demikian NyataNya, Demikian TunggalNya. Seutuhnya adalah Dia, dalam rilaksasi ini, Yang Zat, Yang Sifat, Yang Asma, Yang Af'al, adalah Dia yang Tunggal, adalah Dia yang Esa. Dia-lah yang seutuhNya, demikian yang Kaffah dalam Dia yang seutuhNya.
Kejahilanlah yang membuat hijabmu, kejahilan pulalah, yang menyatakan engkau dekat kejahilan pulalah, yang menyatakan engkau menyatu, karena engkau telah membuat jarak dengan-Nya karena engkau telah mendua dengan-Nya, maka leburlah engkau maka karamlah engkau maka matilah sebelum mati engkau, hanyalah jalan mengikis kejahilanmu hanyalah jalan petunjuk pengenalanmu. Betegaklah dengan Aku, selain Aku tiada; maka semua jarak tiada maka semua kedekatan tiada maka semua penyatuan tiada maka semua pengakuan pun tiada. Mengenal Aku dengan Aku, melihat Aku dengan Aku, maka Af'alKu maka AsmaKu maka SifatKu maka ZatKu, hanyalah Aku. Akulah pada yang satu Akulah pada yang banyak, sejatinya yang esa sejatinya yang tunggal pada yang satu pada yang banyak, demikian Aku demikian segalaNya.
Akulah Rahasia diri yang tajalli, adalah tunggal manunggal adalah satu menyatu dengan diri berdiri dengan diri terdiri dengan diri terperi menyatakan yang nyata menyatakan asal yang nyata, akulah yang awal, akulah yang akhir akulah Muhammad, akulah Ahmad. Aku adalah Dia Dia adalah aku, yang rahasia dalam diri yang aku dalam diri, maka tiada aku maka tiada rahasia, karena rahasia adalah Dia karena aku adalah Dia. Tegak aku, tajalli aku dalam diri yang tajalli, inilah titik yang awal inilah titik yang akhir dalam diri yang bathin dalam diri yang zohir, menyatakan aku yang satu menyatakan aku yang tunggal. Dialah Muhammad dialah ruhullah dalam tajalli diri yang tajalli, dialah yang titik, dialah yang awal dialah yang titik, dialah yang akhir, hanya titik yang nyata hanya titik yang tiada, maka semua tiada, dia tiada, aku tiada yang titik pun tiada, yang awalpun tiada, yang akhirpun tiada yang ada hanyalah yang ada, karena yang ada, Dialah yang ada yang tajalli hanyalah yang tajalli, karena yang tajalli, Dialah yang tajalli.
Nyawalah namanya bagi diri yang terperi, nafaslah nyatanya anfaslah nyatanya tanafaslah nyatanya nufuslah nyatanya, maka nyawa jadi terperi-peri. Akulah Allah, Hu Allah, dalam nyawa yang terperi dalam diri yang terperi setiap nafas berkali-kali setiap anfas mengulangkali setiap tanafas hening sekali setiap nufus seketika berhenti, maka nyawa pun seperti kembali maka diripun seperti tiada lagi. Nyawalah namanya bagi diri yang terperi, pada nafas yang akan mencium baunya pada anfas yang akan melihatnya pada tanafas yang akan mendengarnya pada nufus yang akan merasakannya, jadilah penciuman jadilah penglihatan jadilah pendengaran jadilah perabaan dalam diri yang terperi dalam nafas yang terkali, pada akhirnya hening jua pada akhirnya satu juga, dalam nyawa yang satu dalam nyata yang satu; Dialah Aku Akulah Dia dalam setiap tarikan nafas dalam setiap kedipan anfas dalam setiap sebutan tanafas dalam setiap detak nufus.