Manunggal itu,
sejatinya dirimu,
maka matilah yang sebenarnya
dirimu,
maka hiduplah yang sebenarnya
yang Hidup,
karena yang hidup adalah yang hidup,
karena yang mati adalah yang mati,
matilah dirimu yang mati
hiduplah dirimu yang hidup.
Tunggal itu,
sejatinya yang ada,
maka yang tunggal sebenarnya yang ada,
maka yang ada sebenarnya yang tunggal,
karena yang ada adalah yang tunggal,
karena yang tunggal adalah yang ada,
tunggallah yang ada,
adalah yang tunggal.
Yang hidup, yang Tunggal
Yang Tunggal, yang Ada,
maka semuanya yang Ada,
maka semuanya yang Hidup,
dalam ketunggalan,
dalam keadaan.
Dirimu yang hidup
dirimu yang mati,
karena dimatikan dirimu yang mati
karena dihidupkan dirimu yang hidup,
itulah mati sebelum mati,
itulah hidup sebelum hidup.
Tanah,
adalah anasir yang satu
yang menjadi tubuh
menjadi diri yang berdiri,
menjadi diri yang terdiri,
maka nyatalah diri,
maka nyatalah rupa sendiri.
Demikian tanah menjadi satu
dalam anasir yang satu,
yang tumbuh
yang berkembang
yang tegak,
menjadi tubuh yang berdiri
menjadi rupa yang sendiri.
Dialah daging
dialah kulit
dialah tulang,
menjadi struktur yang berdiri
menjadi diri yang sendiri,
maka jadilah Adam shurah-Ku sendiri
maka jadilah Adam Abul-Basyar tubuh ini.
Demikian tanah kembali ke tanah,
demikian anasir kembali ke anasir,
karena tanah adalah anasir
karena anasir adalah tanah,
maka jadilah tanah menjadi anasir,
maka jadilah anasir menjadi tanah,
itulah makna kembali
itulah makna sejati.
Demikian tanah yang satu,
menjadi anasir yang satu,
dalam tubuh yang satu
dalam rupa yang satu,
maka satulah ia,
maka tunggallah ia,
menjadi yang satu
menjadi yang tunggal.
Akbar-lah Dia
dalam keakbaranNya,
maka Dia segalaNya,
karena Dia segalaNya.
Akbar-lah Dia,
yang mengakbarkanNya,
maka semua adalah keakbaranNya,
karena Dialah yang Akbar.
Allah Akbar, adalah persaksian Lisanmu,
Allah Akbar, adalah persaksian hatimu,
Allah Akbar, adalah persaksian Ruhmu,
Allah Akbar, adalah persaksian Sirmu,
maka Tahrimlah kamu,
maka Mikrajlah kamu,
maka Munajatlah kamu,
maka Tubadillah kamu,
dalam gerak dan diam Sholatmu,
dalam lisan,qolbi dan af"al Sholatmu,
dalam syarat dan rukun Sholatmu,
jadilah Sholat tubuhmu,
jadilah Sholat hatimu,
jadilah Sholat Ruhmu,
jadilah Sholat Rahsamu,
maka menjadi Syariat Sholatmu,
maka menjadi Hakikat Sholatmu,
maka menjadi Daim Sholatmu.
Akbar-lah Dia
dalam keakbaranNya,
maka Dia segalaNya,
karena Dia segalaNya.
Kebenaran ini pun,
nyata dalam Kalam
kebenaran ini pun,
nyata dalam kesaksian,
maka Dialah yang berkalam,
maka Dialah yang bersaksi,
sampai di sini tak ada lagi dikhotomi,
sampai di sini tak ada lagi pengakuan.
Maha benarlah kebenaran ini,
Maha nyatalah kenyataan ini,
di sini, tak ada lagi batas akhir,
di sini, tak ada lagi batas awal,
karena yang akhir adalah yang awal,
karena yang awal adalah yang akhir.
Maka diam adalah Gerak,
maka Gerak adalah Diam,
Maha sempurna Dia yang ada,
Maha sempurna Dia yang nyata,
di sini, tak ada lagi sunyi,
di sini, tak ada lagi ramai,
karena yang sunyi adalah yang ramai,
karena yang ramai adalah yang sunyi.
Maka yang Gaib adalah yang Zohir,
maka yang Zohir adalah yang Gaib,
Maha Esa Dia yang tunggal,
Maha Tunggal Dia yang Esa.
Masihkah ada hakikat,
jika ia adalah pemahaman akhir
yang mesti engkau akhiri,
ibarat pohon yang berawal dari biji,
lalu berakhir pada biji.
Masihkah ada hakikat,
jika ia adalah substansi,
yang telah engkau jumpai,
maka hakikat adalah isi
maka isi adalah hakikat,
semuanya tiada
semuanya hampa,
karena hakikat dan isi tiada,
karena hakikat dan isi hanya nama.
Berakhirlah ia,
kembalilah ia,
hanyalah ungkapan tiada
hanyalah kebenaran yang ada,
sampai disini katapun tiada
sampai disini katapun hanya kias belaka.
Seperti Kholiq dan Makhluq,
menjadi tiada dikhotomi dalam hakikat,
adalah tiada,
ketika yang Ada adalah segalaNya,
adalah tiada,
ketika yang Ada adalah esaNya.
Lalu apa yang engkau capai,
lalu apa yang engkau kenal,
jika semuanya telah berlalu,
jika semuanya telah menjadi masalalu,
manunggalpun tiada
menyatupun tiada,
karena semuanya tunggal
karena semuanya esa.
Seutuhnya adalah Dia,
maka aku tiada lagi ada
maka engkau tiada lagi ada,
yang tiada pun tiada
yang ada pun tiada,
karena Dia-lah yang ada,
karena Dia-lah yang segalanya.
Seutuhnya adalah Dia,
Dialah Zat,
Dialah Sifat,
Dialah Asma,
Dialah Af'al-Nya,
maka Dialah Rubbubiyah-Nya,
maka Dialah Uluhiyyah-Nya,
maka Dialah Asma wa Sifat-Nya,
Demikian NyataNya,
Demikian TunggalNya.
Seutuhnya adalah Dia,
dalam rilaksasi ini,
Yang Zat,
Yang Sifat,
Yang Asma,
Yang Af'al,
adalah Dia yang Tunggal,
adalah Dia yang Esa.
Dia-lah yang seutuhNya,
demikian yang Kaffah
dalam Dia yang seutuhNya.
Kejahilanlah
yang membuat hijabmu,
kejahilan pulalah, yang menyatakan engkau dekat
kejahilan pulalah, yang menyatakan engkau menyatu,
karena engkau telah membuat jarak dengan-Nya
karena engkau telah mendua dengan-Nya,
maka leburlah engkau
maka karamlah engkau
maka matilah sebelum mati engkau,
hanyalah jalan mengikis kejahilanmu
hanyalah jalan petunjuk pengenalanmu.
Betegaklah
dengan Aku,
selain Aku tiada;
maka semua jarak tiada
maka semua kedekatan tiada
maka semua penyatuan tiada
maka semua pengakuan pun tiada.
Mengenal Aku dengan Aku,
melihat Aku dengan Aku,
maka Af'alKu
maka AsmaKu
maka SifatKu
maka ZatKu,
hanyalah Aku.
Akulah pada yang satu
Akulah pada yang banyak,
sejatinya yang esa
sejatinya yang tunggal
pada yang satu
pada yang banyak,
demikian Aku
demikian segalaNya.